F O K U S

Nabi Daud Tentang Siapakah Kristus

Ia Adalah Seorang Nabi Dan Ia Telah   Melihat Ke Depan Dan Telah Berbicara Tentang Kebangkitan Mesias Oleh: Blogger Martin Simamora ...

0 Tinjauan:Pengajaran Pdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (2/40)

Martin Simamora

Corpus Delicti  Dalam Pengajaran Pendeta Erastus Sabdono
(Lebih dulu di "Bible Alone"-Kamis, 7 Juli 2016)




Dalam pengajaran pendeta Erastus Sabdono, Lucifer diajarkan sebagai lebih tinggi daripada malaikat, artinya: BUKAN malaikat. Ini begitu krusial bagi pengajaran CORPUS DELICTI yang sedang dibangun berdasarkan “penemuan-penemuannya,” sehingga penting baginya untuk membangun sebuah dasar yang sangat mendasar untuk dapat melahirkan penudingan pada kesalahan yang selama ini berlangsung didalam pengajaran keselamatan Kristen. Ia menyatakan, bahwa sumber kesalahan doktrin keselamatan berakar dari kesalahan memahami SIAPAKAH LUCIFER. Perhatikan apa yang dinyatakannya berikut ini: 

 Bukan Malaikat:
Selama ini hampir semua orang Kristen mengganggap bahwa Lucifer adalah malaikat. Ini tidak tepat, atau bisa dikatakan salah besar. Pandangan yang salah ini cukup signifikan merusak berbagai pandangan dalam doktrin Kristen, seperti mengenai keselamatan, kesempurnaan Kristiani dan lain sebagainya. Tanda pertama bahwa Lucifer bukanlah malaikat adalah keterangan bahwa ia memiliki keadaan yang sempurna dalam Yehezkiel 28:15 tadi. Dalam Yehezkiel 28:17 ia juga dikatakan cantik dan semarak dan agung. Malaikat tidak pernah dikatakan seperti ini.   Kemudian dalam Alkitab dikatakan bahwa Lusifer memiliki keberadaan yang sangat khusus dan istimewa, sebab IA DICIPTAKAN SECARA TUNGGAL, sedangkan malaikat jamak. Ia diciptakan secara terpisah. Pada Yehezkiel 28:13 dikatakan “pada hari penciptaanmu” menunjukan orang kedua tunggal. Sedangkan penciptaan malaikat tidak jelas, tetapi tampaknya langsung diciptakan semua sekaligus. ….. Lucifer tidak bisa digolongkan sebagai malaikat-malaikat….. [halaman 20-21]   
 

Mengapa dibutuhkan CORPUS DELICTI dan mengapa Allah sampai perlu mengutus Yesus untuk menjadi CORPUS DELICTI, jelas terkait begitu erat dengan bagaimana pendeta Erastus membangun pengajaran mengenai SIAPAKAH LUCIFER dihadapan Allah: Istimewa atau khusus dan lebih tinggi daripada malaikat. 

20 Tinjauan:Pengajaran Pdt.Erastus Sabdono Tentang Corpus Delicti (1/40)

Martin Simamora

Corpus Delicti  Dalam Pengajaran Pendeta Erastus Sabdono
(Lebih dulu di "Bible Alone"-Selasa, 5 Juli 2016)




Sebuah Pengantar: Mengenal Corpus Delicti ala Pendeta Erastus Sabdono

Pengajaran ini, bagi pendeta Erastus Sabdono telah dinilainya sebagai sebuah invensi atau penemuan baru yang sungguh bernilai dan sungguh berharga dalam kekristenan dan utamanya dalam iman Kristen. Baginya, “Corpus Delicti” merupakan penemuan sangat penting bagi kebenaran kekristenan yang sejati. Hal semacam ini dapat didasarkan pada pernyataannya sendiri dalam majalah Truth Edisi 26, pada halaman 33 dengan judul “Aturan Main,” ia menuliskan hal-hal berikut ini:    

 “Dalam lingkungan orang beragama,berbicara mengenai hukum selalu dikaitkan dengan perintah atau peraturan atau syariat. Namun dalam kekristenan, ternyata,hukum tidak hanya berkaitan dengan hal tersebut, tetapi juga berbicara mengenai kodrat atau ketetapan. Bukankah dalam kehidupan fisik di alam ini juga terdapat adanya hukum-hukum alam seperti hukum gravitasi,hokum termodinamika,hukum kekekalan energi, hukum Archimides dan sebagainya?Hukum-hukum alam ini bukan berbicara mengenai peraturan atau perintah yang ditujukan langsung kepada manusia untuk ditaati,tetapi merupakan fakta kehidupan yang harus dipahami dengan benar dan dihargai, dan manusia mau tidak mau tunduk kepadanya,sebab hukum-hukum tersebut mengikat.  Apabila anda tidak mau tunduk kepada hukum gravitasi dan terjun dari puncak gedung bertingkat 40,maka yang terjadi adalah Anda membuktikan hukum gravitasi tersebut mengikat anda, dan tubuh anda akan hancur. Hukum-hukum itu diciptakan oleh Tuhan dan harus dipahami dengan benar, bukan dihindari.Dengan pemahaman yang benar,kita bisa memanfaatkan fisika bagi kesejahteraan kita. Misalnya dengan memahami hukum Archimides,orang bisa membuat kapal yang mengapung di air.   Sebagaimana manusia harus memahami hukum-hukum Alam yang bertalian dengan hidup mereka setiap hari di dunia ini, maka manusia juga harus memahami hukum kehidupan yang bertalian dengan Allah guna kehidupan kekal. Hukum kehidupan ini disebut sebagai hukum rohani. Hukum rohani memuat fakta-fakta dalam alam rohani yang pasti membawa dampak pula pada kehidupan jasmani. Dengan demikian hukum rohani bisa dikatakan lebih bernilai dari hukum Alam yang kelihatan dan bisa dibuktikan secara sains. Hukum rohani bisa dibuktikan secara sempurna nanti saat penghakiman terakhir.”[paragraf-paragraf:1,2,3 halaman 34] 

0 Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.M)

Oleh: Martin Manusia

Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan  Oleh Relativitas Manusia? 

Bacalah lebih dulu: “bagian 6.N

Apa yang terpenting dan seharusnya menjadi pijakan bagi siapapun juga untuk memahami Roma 2:6 adalah, apakah  penghakiman itu berpijak di atas relativitas manusia demi manusia sehingga tidak ada kebenaran umum yang tunggal dan absolut pada Allah untuk menghakimi manusia-manusia? Menjawab ini, Surat Roma tegas menujukan apakah jawabannya: “Karena itu, hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri, karena engkau yang menghakimi orang lain, melakukan hal-hal yang sama” (2:1). Kalau anda membaca bagian “hai manusia, siapapun juga engkau, yang menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas dari salah. Sebab, dalam menghakimi orang lain, engkau menghakimi dirimu sendiri,” ini bukan hendak menunjukan kebenaran absolut absen tetapi  memang benar bahwa tidak ada satu jua manusia yang memiliki kebenaran absolut pada dirinya atau tidak ada manusia yang nir salah  sekalipun ia berada pada posisi kuat untuk menghakimi manusia lainnya di dunia ini, yang ditunjukan dengan ungkapan “siapapun juga engkau yang menghakimi orang lain, engkau tidak bebas dari salah, sebab dalam menghakimi orang lain, engkau sendiri tidak bebas salah.” Jadi manusia-manusia bisa saja menghakimi manusia-manusia lain berdasarkan kebenaran yang dimiliki melawan kesalahan manusia yang sedang dihakimi tetapi dalam manusia itu menghakimi bukanlah hakim yangtidak bebas salah.” Dengan kata lain, penghakiman manusia adalah penghakiman yang dihakimi oleh ketakmurnian moralitasnya sendiri, sehingga dalam hal ini penghakiman manusia bukanlah penghakiman yang tak memandang bulu sebab tak akan pernah bisa menghakimi setiap kesalahan tanpa satupun yang terlewati, terutama untuk mampu menghakimi dirinya sendiri kala menghakimi.


Jadi sebetulnya apa yang  hendak ditunjukan oleh 2:1 terhadap pernyataan dalam 2:6- (yang oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono dipelintir menjadi: Penghakiman Tuhan ini sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun harus dicatat  bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan  suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah belum tentu bisa menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”- lihat halaman 19)- adalah ini: “Tetapi kita tahu, bahwa hukuman Allah berlangsung secara jujur atas mereka yang berbuat demikian” (ayat 2), atau dengan kata lain penghakiman oleh manusia yang relativitas semacam 2:1 akan berhadapan dengan hukuman Allah yang berlangsung jujur.

0 Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.L)

Oleh: Martin Manusia


Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan  Oleh Relativitas Manusia? 

Bacalah lebih dulu “bagian 6.K

Surat Roma dibuka oleh rasul Paulus dengan:Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah” menyatakan  tugas pemberitaan yang dilakukannya berasal dari Allah dalam sebuah penetapan untuk memberitakan Injil Allah. Bukan berasal dari konsepsi kebenaran yang dibangun berdasarkan kekontemporerannya atau kekinian atau eranya. Selanjutnya Paulus menunjukan keabadian berita Injil Allah tersebut dalam lingkup kesejarahannya tetapi sumber berita injil itu di atas atau tidak dikurung oleh kesejarahannya, perhatikan ini: “Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”- 1:2-4, yang  menunjukan bahwa para nabi yang menuliskan tentang Anak-Nya yang akan datang masuk ke dalam dunia ini, bukanlah kebenaran yang datang dari dalam diri manusia yaitu para nabi dan  gagasan atau pemikirannya bukan dari para nabi Yahudi itu tetapi dari Allah, sekalipun para nabi yang menuliskannya. Bahwa dunia ini, perjalanannya dan kesudahannya telah dituliskan lebih dahulu oleh Allah dengan Anak adalah penentu segala-galanya. Sebagaimana para nabi dan penulisannya berada didalam kesejarahan namun bernilai abadi sebab datang dari Allah sama sekali, maka karakteristik yang sama dijumpai pada diri Yesus, yang oleh Paulus dituliskannya begini: “..tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakan dari keturunan Daud, dan menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Yesus Anak Allah bukan sama sekali gagasan para nabi Yahudi dan bukan sama sekali gagasan yang lahir dari kitab suci tetapi dari Allah yang menggunakan para nabi sebagai perantaraan untuk menyatakan Dia yang telah dijanjikan sebelumnya yang tertuang di dalam kitab suci [bandingkan ini dengan Ibrani 1:1-2]. Poin ini adalah dasar segala dasar bagi Paulus untuk membangun seluruh pengajarannya yang terkandung di dalam Surat Roma.


Sehingga pemberitaan Injil Allah dalam Surat Roma, isinya, bukan spiritualisme ala Paulus atau kebenaran ala Paulus  tetapi sebagaimana para nabi perjanjian memiliki kebenaran, bukan ala dirinya tetapi berdasarkan apa yang dinyatakan Allah pada mereka dan hidup dalam ketaatan pada sabda yang mereka terima dan berdasarkan ketaatan, kebenaran itu (Ulangan 18:20) diberitakan oleh para nabi Allah dan telah digenapi dalam  Kristus: “menurut daging diperanakan dari keturunan Daud” dan “menurut Roh kekudusan dinyatakan oleh kebangkitan dari antara orang mati,” yang bagian terakhir ini menunjukan bahwa Paulus di dalam kekontemporerannya atau kekinian kehidupannya telah memberitakan kesengsaraan, penyaliban, kematian dan kebangkitan Yesus sebagai sebuah kebenaran yang telah berlangsung didalam sejarah namun juga memerintah di dalam keabadian yang menjangkau segala zaman yang telah, kini, dan masih akan berlangsung menurut kehendak-Nya. Isi pemberitaan semacam ini, tepat sebagaimana yang telah dikisahkan Sang Mesias kepada 2 murid Yesus pada perjalanan menuju Emaus (Lukas 24:13-27).

0 Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.K)

Oleh: Martin Simamora

Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan  Oleh Relativitas Manusia? 

Bacalah lebih dulu “bagian 6.J

Ketika anda membaca Roma 2:6 tidak pernah sama sekali  sebuah gagasan yang menyatakan bahwa penghakiman Allah terhadap manusia ditentukan oleh relativitas manusia, atau dengan sebagaimana yang diajarkan oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, harus memperhatikan relativitas kebenaran antar satu manusia terhadap manusia yang lain:Sebab penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun harus dicatat  bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan  suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”- lihat halaman 19. Penghakiman Tuhan tidak pernah tunduk dan mengakomodasi relativitas kebenaran moral yang memang berlangsung dalam setiap manusia. Itu hanya menunjukan satu hal saja, yaitu: tak ada satupun manusia yang sanggup berdiri  tegak sebagai orang benar berdasarkan kebenaran Allah yang tak memandang bulu: Sebab Allah tidak memandang bulu- Roma 2:11.


Jika dikatakan Allah tidak memandang bulu maka tidak pernah ada sedikit saja aparesiasi terhadap humanisme dalam penghakiman ilahi yang berbunyi seperti ini: “Namun harus dicatat  bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral.”

0 Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.J)

Oleh: Martin Simamora

Apakah Penghakiman-Nya Terhadap Manusia Ditentukan  Oleh Relativitas Manusia? 

Bacalah lebih dulu: “bagian 6.i


Keselamatan di luar Kristen pada fundamentalnya, oleh pendeta Dr. Erastus Sabdono, telah benar-benar mengesampingkan Yesus Sang Mesias bukan saja dari apakah tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia ini, sebagaimana Ia telah menyatakan, tetapi juga melemparkan sejauh-sejauhnya kebenaran Allah berdasarkan sabda Kristus sendiri. Kecuali memang pendeta Erastus tak sama sekali menerima  perkataan-perkataan Yesus adalah yang memerintah di dunia ini di sepanjang masa hingga ke datangan-Nya yang kedua kalinya [yang tentu saja secara konsekuensi, karena berpandangan adanya keselamatan di luar Kristen maka mengajarkan kedatangan Yesus yang kedua kali sungguh merupakan kekacauan yang menyeluruh pada ajarannya, sebab yang ini:” Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Sesudah Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka. Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat mereka, dan berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga."- KPR 1:8-12, sungguh tak masuk akal dan menggelikan untuk dipertahankan oleh pendeta Erastus. Sebab Yesus telah menyatakan bahwa kebenaran diri-Nya bukan saja harus diberitakan oleh para murid ke ujung bumi sebagai satu-satunya kebenaran, sebuah ekspresi keglobalan misi itu sendiri, tetapi dilaksanakan jika Roh Kudus telah turun dari sorga ke atas para murid, menunjukan tak akan ada kebenaran lain dan bagaimana manusia memiliki kebenaran di hadapan Allah]


Bandingkan dengan pengajaran pendeta Erastus, yang semacam ini:”Penghakiman Tuhan ini sangat rahasia dan misteri kepada masing-masing individu. Sebab penghakiman ini berdasarkan suara hati nurani mereka (Rom 2:16). Jadi, sifatnya sangat batiniah. Tentu suara hati mereka terekspresi dalam tindakan konkret. Namun harus dicatat  bahwa tindakan atau perilaku yang kelihatan bukanlah ukuran untuk umum tetapi tergantung pengertian seseorang terhadap kebenaran moral. Suatu tindakan yang dinilai baik atas seseorang belum tentu bisa menjadi ukuran kebaikan untuk yang lain. Sedangkan  suatu tindakan yang dinilai buruk atau salah belum tentu bias menjadi ukuran keburukan bagi yang lain.”- lihat halaman 19:

0 Tinjauan Pengajaran Pdt. Dr. Erastus Sabdono Pada Keselamatan Di Luar Kristen (6.i)

Oleh: Martin Simamora

Memahami “Sejak Adam Semua Telah Berada Di Bawah Kuasa Maut, Sekalipun Baru Pada Era  Musa, Dosa Diperhitungkan- Roma 5:13

Bacalah lebih dulu: “bagian 6.H



Pertanyaan pendeta Dr. Erastus, yang ini: “lalu bagaimana dengan orang non-Yahudi yang tidak memiliki hukum torat?” Apakah dosa bagi mereka? Sebagaimana  dapat anda temukan pada halaman 19 dibawah ini:



Memang benar akan dijumpai  semacam perbedaan: (a)orang-orang non Yahudi atau semua bangsa non Yahudi tidak memiliki hukum Taurat secara tertulis, dan(b) orang-orang Yahudi  ketika dibawah kepemimpinan Musa, menerima hukum Taurat dari Allah. Itulah momentum bangsa ini masuk ke dalam ketetapan hukum dan pelanggaran atau dosa dapat diperhitungkan berdasarkan hukum tersebut. Tetapi, perbedaan itu, sama sekali tidak menunjukan kebedaan perlakuan, dan apalagi favoritisme hukum dan penghukuman oleh Allah pada penghakiman akhir-Nya.


Juga, pada kedua kelompok manusia tersebut, sama sekali tidak hendak menyatakan bahwa segenap manusia setelah Adam dan sebelum Musa, dengan demikian tidak berdosa sebelum hukum ada, dan setelah itu telah terjadi kebedaan perlakuan hukum di antara manusia, oleh Allah. Keberdosaan atau eksistensi dosa tidak ditentukan oleh kehadiran atau ketakhadiran hukum:
Roma 5:12 Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.


Semua manusia setelah Adam telah dikuasai atau dibawah pemerintahan maut  yang mengakibatkan tak satu manusiapun yang tidak berada dibawah perhambaan maut.
Anchor of Life Fellowship , Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri - Efesus 2:8-9